PERATURAN MENTERI AGAMA No. 4 TAHUN 1952 TENTANG
WALI HAKIM UNTUK LUAR DJAWA - MADURA.
Bahagian II.
MENTERI AGAMA
Menimbang : bahwa perlu diadakan
keterangan2 jang mengatur nikah wali hakim untuk Daerah2 diluar Djawa - Madura jang sesuai dengan hukum Agama Islam dan keadaan dewasa ini.
Mengingat :
1. bahwa semendjak terbentuknja kementerian Agama pada bulan Maret 1946, oleh Pemerintah Republik Indonesia soal2 Agama dan keagamaan diserahkan kepada Menteri Agama, sehingga dengan sendirinja
"pertoezicht" terhadap "presters der Inlanders" sebagai dimaksud dalam pasal 178 Indische staatsregering tidak lagi berada dibawah Kementerian Dalam Negeri cq kepala Pemerintah Daerah akan tetapi dibawah
Kementerian Agama.
2. bahwa menurut Peraturan Pemerintah R. I. No 33 tahun 1949 jo No 8 tahun 1950 urusan Nikah, Thalak dan Rudjuk termasuk dalam lapangan pekerdjaan dan tugas dari Kementerian Agama.
3. bahwa dalam Instruksi Pemerintah R. I. dulu No. 1 tahun l950 dinjatakan bahwa Menteri jang bersangkutan berhak menetapkan suatu peraturan walaupun bertentangan dengan peraturan2 dari daerah jang digabungkan, guna kepentingan umum.
MEMUTUSKAN:
1. Mentjabut kekuasaan penundjukan Wali Hakim dengan lisan jang telah diberikan oleh Menteri Agama kepada kepala Kantor Urusan Agama Propinsi.
2. Membatalkan tauliyah2 Wali - Hakim jang telah diberikan oleh Instansi2 Pemerintah dan Swapradja serta tauliyah2 Wali - Hakim lainnja jang bertentangan dengan peraturan ini.
3 Menetapkan peraturan tentang Wali - Hakim sebagai berikut :
PERATURAN TENTANG WALI - HAKIM UNTUK LUAR DJAWA - MADURA
Pasal 1.
1. Apabila seorang perempuan tidak mempunjai wali nasab jang berhak, atau apabila wali jang akrab mafqud, sedang mendjalankan hukuman dan tidak dapat didjumpai, atau djauh (sedjarak masafat qasar) dan sebagainja, maka nikahnja dapat dilangsungkan oleh Wali - Hakim.
2. Apabila Wali Nasab itu 'adhal (menolak, tidak mau menikahkan) maka perempuan itu dilangsungkan oleh Wali - Hakim, setelah diadakan pemeriksaan seperlunja kepada jang bersangkutan.
Pasal 2.
Kepala Kantor Urusan Agama Kabupaten diberi kuasa untuk atas nama Menteri Agama, menundjuk Kadhi2 Nikah (Pembantu Pegawai Pentjatat Nikah), jang tjakap serta ahli untuk mendjadi wali hakim dalam wilajahnja masing2 guna mendjalankan nikah wali hakim sebagai tersebut dalam pasal 1 ajat 1 peraturan ini.
Pasal 3.
1. Kepala Kantor Urusan Agama Ketjamatan jang mendjalankan pekerdjaan pentjatatan nikah ditundjuk mendjadi wali hakim dalam wilajahnja masing2 untuk mendjalankan nikah sebagai tersebut dalam pasal 1 ajat 2 peraturan ini.
2. Apabila Kepala Kantor Urusan Agama Ketjamatan jang bersangkutan itu tidak ada dalam wilajahnja, sakit atau berhalangan, maka Kepala Kantor Urusan Agama Kabupatennja diberi kuasa untuk menundjuk pegawai lainnja dari Kantor Urusan Agama Ketjamatan ditempat itu jang tjakap serta ahli guna mendjalankan aqad nikah jang dimaksud dalam ajat 1 pasal ini.
Pasal 4.
Peraturan ini disebut "Peraturan tentang Wali - Hakim untuk luar Djawa dan Madura" dan berlaku mulai tanggal 15 Djuli 1952.
PENJELASAN ATAS PERATURAN MENTERI AGAMA NO 4 TAHUN 1952 TENTANG WALI HAKIM UNTUK LUAR JAWA MADURA
Berhubung dengan timbulnya pertanyaan-pertanyaan sekitar Peraturan Menteri Agama No 4 tahun 1952 tentang Wali Hakim untuk luar Jawa-Madura maka untuk sedapat mungkin menghindarkan kekeliruan faham, kami menganggap perlu mengeluarkan penjelasan sekedarnya atas Peraturan tersebut sebagai berikut:
PASAL 1
Baik ayat 1 ataupun ayat 2 pasal ini semata-mata memberi uraian, di dalam hal-hal manakah nikah mempelai perempuan dapat dilangsungkan dengan Wali Hakim, dengan perbedaan bahwa hal-hal
termaksud dalam ayat 2 berkehendak atas pemeriksaan yang lebih jauh serta teliti daripada yang tersebut dalam ayat 1, sebelum nikah boleh dilangsungkan.
Sudah menjadi kewajiban bagi para pegawai pencatat nikah atau pembantu-pembantunya di dalam perkawinan biasa untuk mengusahakan sedemikian, sehingga orang yang hendak nikah
selambat-lambatnya satu minggu sebelum pernikahan dilangsungkan melaporkan kehendaknya itu kepada Kadhi yang bersangkutan, guna memungkinkan baginya untuk lebih dahulu mengadakan
pemeriksaan seteliti-telitinya dan menentukan hari, jika perlu juga saatnya, perkawinan dengan pasti guna menghindarkan kekecewaan bagi para mempelai berhubungan dengan persiapan mereka di dalam peralatannya.
Jika ketentuan tersebut diadakan untuk perkawinan biasa, maka lebih-lebih untuk perkawinan Wali Hakim pemeriksaan itu hendaknya dilakukan dengan teliti lagi, sebelum mereka dapat dinikahkan,
karena kesemuanya itu adalah dimaksudkan untuk kebahagiaan mereka sendiri. Di dalam Negara Hukum segala sesuatu yang telah ditetapkan dengan Peraturan harus dijalankan dengan
tertib, sekalipun pelaksanaannya memakan waktu dan meminta kesabaran yang cukup dari para pelaksananya tidaklah boleh tersingkirkan atau dialahkan oleh kesulitan-kesulitan yang menurut pikiran
sehat serta ikhlas masih mungkin dapat diatasi.
PASAL 2
Di dalam pasal ini telah nyata, bahwa Menteri Agama telah memberi kuasa kepada Kepala Kantor Urusan Agama Kabupaten Kota Besar, untuk menunjuk Kadhi-kadhi Nikah (PPPNTR) sebagai Wali
Hakim biasa buat menjalankan nikah sebagai termaksud dalam ayat 1 pasal 1 masing-masing di dalam wilayahnya. Penunjukan Kadhi-kadhi Nikah sebagai Wali Hakim biasa ini adalah dilakukan dengan mengingat akan
syarat-syarat kecakapan yang seimbang dengan pertanggunganjawabnya yang ada pada mereka itu, sedangkan yang lebih berat, yaitu yang termaksud dalam ayat 2 pasal 1, diserahkan kepada pejabat yang
lebih tinggi, ialah Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan.
PASAL 3 Di dalam ayat 2 pasal ini ditentukan, bahwa di dalam hal Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan
berhalangan, sakit atau tidak ada, kepada Kantor Urusan Agama Kabupaten yang mewilayahinya diberi pula kekuasaan untuk menunjuk pegawai lainnya dari Kantor Urusan Agama Kecamatan itu yang cakap
serta ahli guna menjalankan nikah yang termaksud dalam ayat 2 pasal 1. Penunjukan ini hendaknya berlangsung insidentil (pada waktu Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan berhalangan itu saja).
Jika penunjukan itu karena keadaan (misalnya perhubungan yang sangat sulit) dilakukan secara permanen (tetap), perlu diadakan pembatasan yang tegas, bahwa hal ini dapat dilakukan, apabila Kepala
Kantor Urusan Agama Kecamatan yang berkepentingan sungguh-sungguh berhalangan
PASAL 4 Cukup jelas.
Untuk mencapai ketertiban yang termaksud dalam penjelasan atas pasal 1, haruslah para Kadhi-kadhi Nikah (PPPNTR) dan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan memberi bantuan tenaga dan usaha
sebaik-baiknya, karena terhadap hukum nikah, termasuk pula urusan wali dan Wali Hakimnya, adalah semata-mata tanggungjawab mereka di dunia dan akhirat.
Semoga penjelasan ini cukuplah kiranya untuk menjadikan pendorong bagi segenap Kadhi-kadhi Nikah (PPPNTR) dan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan di luar Jawa dan Madura, untuk
daerah-daerah mana Peraturan Menteri Agama No 4 tahun 1952 dimaksudkan, guna memberikan bantuan dan usahanya masing-masing sebaik-baiknya di dalam menjalankan serta menepati Peraturan
tersebut, dengan keikhlasan dan kesabaran yang cukup di dalam mengatasi setiap kesulitan yang mungkin timbul dengan tidak terduga semula.
Quelle: Kepenghuluan Kantor Urusan Agama, Himpunan Pedoman Pentjatatan Nikah Thalak dan Rudjuk. Bukittinggi 1963 S. 48-50.
|